Langsung ke konten utama

Heidegger dan Kopi: Perenungan Eksistensi Diri

  (source: gentwenty.com) Menyeduh kopi di pagi hari adalah nikmat bagi segala sesuatu. Segala aktivitas dari mulai bangun tidur hingga sebelum tidur, selalu ditemani oleh secangkir kopi. Bagiku, kopi adalah teman bekerja, bercakap bersama orang-orang sehingga tidak mungkin satu hari bagiku tidak meminumnya. Dewasa ini, kebutuhan meminum kopi sangatlah banyak, karena khasiat kopi yang diberikan membantu seseorang dalam kegiatan kesehariannya. Mulai dari berangkat bekerja atau waktu bekerja biasannya seseorang akan menyeduh secangkir kopi untuk menambah konsentrasi ataupun obat untuk kantuk. Aktivitas kita setelah meminumnya akan membuat kita menjadi bersemangat. Bekerja misalnya kita menjadi fokus dan lebih semangat dalam bekerja. Saking semangat bekerja melawan aktivitas harian kita sampai lupa bagaimana kita bisa melewati hari-hari yang repetitif. Ya. Lupa akan Diri seringkali membuat kita terkecoh dan tidak awas dalam melakukan keseharian kita. Seringkali membuat ‘lupa diri’

COVID-19 (Sebuah Opini)

(sumber: ayosemarang.com)


   Kejenuhan, kebosanan serta ketakutan menghampiri kita ketika Pemerintah melakukan sistem "lockdown". Untungnya di Indonesia sendiri hal tersebut tidak berlaku, walaupun pada kenyataanya ada beberapa daerah yang melakukan lockdownnya sendiri. Istilah lockdown adalah situasi yang melarang warganya untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Lockdown juga bisa diartikan sebagai sebuah negara yang menutup perbatasanya. Dengan tidak adanya lockdown, tetapi usaha pemerintah ialah melakukan Social Distancing, atau lebih gampangnya kita sebut dengan jaga jarak. Tujuannya ialah tidak lain untuk memutus rantai penyebaran virus covid 19 ini. dengan adanya kebijakan Social Distancing ini harapanya masyarakat bisa melakukan aktivitas tetapi dengan diberi jarak kepada orang lain. Selain dilakukannya Social Distancing, Masyarakat juga melakukan Work From Home dan School From Home.
   Masyarakat, telah dibombardir dengan adanya informasi-informasi segala sesuatu tentang virus ini. dengan adanya informasi-informasi tersebut, masyarakat menjadi Mysophobia terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Orang menjadi tertata disiplin, sering mencuci tangan, padahal seperti yang kita ketahui, orang-orang jarang melakukan hal tersebut bahkan ada yang tidak pernah melakukan hal itu, yang notabenya diajarkan semasa TK. Ini ironis, mengapa? sebenarnya hal yang paling bisa dikatakan untuk Masyarakat sekarang ialah bukan menunjukkan Masyarakat yang positive justru malah mengarahkan ke zona Masyarakat negative. Hal ini ditunjukkan, ketakutan akan covid 19 justru membuat orang apatis, acuh tak acuh.
Pernah ada yang mengatakan sebagai berikut "yang membunuh bukanlah covid 19 melainkan kita sendiri". Sekarang, masyarakat kita benar-benar terdapat chaos, kehancuran moral, eksistensi manusia tak lain hanyalah sebuah organisme belaka. Lalu? apa yang harus kita lakukan sekarang ketika hal itu menjemput kita?. Ya, kita harus sering membasuh tangan dengan hand sanitize, membawa masker dan kita harus jaga kebersihan. Benar itu yang harus kita lakukan. Hal yang bodoh ketika kita membicarakan sebuah chaos, tetapi hanya melihat aspek-aspek yang terlalu biologis saja. permasalahan ini bukanlah permasalahan yang datang menjangkiti manusia lalu pergi setelah seorang ilmuwan mendapatkan vaksinnya dan jika belum kita terus mengharapkan agar kita bisa sembuh dengan bantuan seorang Dokter. Memang, tidak ada salahnya berfikir seperti itu, tapi coba jika beberapa orang melihat pemikiran itu sebagai "manusia adalah hewan yang tidak berfikir?". Kita terlalu berharap bahwa virus ini segera hilang dan kita menjalani hidup seperti biasa? apakah itu tidak terlalu aneh? apakah kita sudah hilang eksistensi manusia sebagai manusia yang selalu maju menghadapi rasa takut dan menjadi masyarakat yang lebih "rasional" ?.
Jika kita mellihat sejarah tentang adanya epidemi atau pandemi tersebut, disaat itulah manusia benar-benar kehilangan akal dan putus asa, tetapi disisi lain ada orang yang memikirkan sebuah pikiran terobosan agar manusia bisa hidup dengan dirinya sendiri dan tidak menggantungkan harapan dari orang lain. Maka dari itu, ada beberapa aspek ketika menghadapi sebuah wabah tersebut, yakni salah satunya adalah eksistensi manusia. Eksistensi manusia sekarang memang perlu diadakan, setidaknya tidak harus membuat simpatic atau memberikan donasi berupa uang, jika memang kita bisa melakukan hal itu ya bagus dilakukan, jika tidak? bagaimana kita bisa memperlihatkan eksistensi kita sebagai manusia? cukup Simple, yaitu berfikir. 
Kita sebenarnya lupa tentang dasar berfikir, tidak bisa dipungkiri juga karena adanya suntikan-suntikan media di pikiran kita. lantas otak kita hanya terarah, hanya berfikir tentang virus, penanganan, orang meninggal, orang sembuh, kasus positif dan negatif. dengan adanya suntikan media tersebut hingga orang tidak bisa berfikir jernih, dan sampailah ke dalam ke irasionalan manusia ketika menghadapi sebuah masalah seperti ini.

Mungkin itu saja yang bisa saya tulisan, agaknya ini hanyalah sebuah opini dan tidak ada solusi. hanya sebuah bacaan yang tidak ada ujungnya.


Komentar