Langsung ke konten utama

Heidegger dan Kopi: Perenungan Eksistensi Diri

  (source: gentwenty.com) Menyeduh kopi di pagi hari adalah nikmat bagi segala sesuatu. Segala aktivitas dari mulai bangun tidur hingga sebelum tidur, selalu ditemani oleh secangkir kopi. Bagiku, kopi adalah teman bekerja, bercakap bersama orang-orang sehingga tidak mungkin satu hari bagiku tidak meminumnya. Dewasa ini, kebutuhan meminum kopi sangatlah banyak, karena khasiat kopi yang diberikan membantu seseorang dalam kegiatan kesehariannya. Mulai dari berangkat bekerja atau waktu bekerja biasannya seseorang akan menyeduh secangkir kopi untuk menambah konsentrasi ataupun obat untuk kantuk. Aktivitas kita setelah meminumnya akan membuat kita menjadi bersemangat. Bekerja misalnya kita menjadi fokus dan lebih semangat dalam bekerja. Saking semangat bekerja melawan aktivitas harian kita sampai lupa bagaimana kita bisa melewati hari-hari yang repetitif. Ya. Lupa akan Diri seringkali membuat kita terkecoh dan tidak awas dalam melakukan keseharian kita. Seringkali membuat ‘lupa diri’

Tentang Strukturalisme

( sumber :2012books.landbucket.org )

Aliran strukturalisme ini mereka berbicara tentang praktik signifikasi yang membangun makna sebagai hasil struktur atau regularitas yang dapat diperkirakan dan berada di luar diri individu. Strukturalisme bersifat antihumanis karena mengesampingkan manusia dari inti penyelidikannya. Dia lebih memilih bentuk analisis di mana fenomena hanya memiliki makna ketika dikaitkan dengan struktur sistematis yang sumbernya bukan terletak pada individu. Pemahaman ini lebih merespon terhadap kebudayaan memusatkan perhatian pada 'sistem relasi' struktur yang mendasarinya (biasanya bahasa) dan tata bahasa yang memungkinkan terciptanya makna.

Strukturalisme dapat dilacak kembali paling tidak pada sosiolog Durkheim yang mencari pola-pola pengendali kebudayaan dan kehidupan sosial yang terdapat di luar individu. Durkheim menolak pandangan empirisis bahwa pengetahuan harus diturunkan dari pengalaman nyata, dan lebih memilih mencari apa yang disebutnya 'fakta sosial' yang dikontruksi secara sosial, bervariasi secara kultural dalam kesadaran tertentu. Jadi, mereka ada di luar individu. Misalnya, keyakinan, nilai dan norma agama, khususnya kontras antara nilai katolik dengan nilai protestan dianggap dapat menjelaskan berbagai variasi pola perilaku bunuh diri. Dengan kata lain, tindakan paling nekat yang mungkin dilakukan manusia yaitu bunuh diri dapat dijelaskan oleh struktur sosial normatif keyakinan.

Komentar